Minggu, 01 Maret 2020

Resensi Novel Garis Waktu


 Garis Waktu
By : Naraanim
Identitas buku
Judul buku                  Garis Waktu
Penulis                         : Fiersa Besari
Penerbit                       : mediakita
Cetakan I                    : 2016
Bahasa                         : Indonesia
ISBN                           : 978-979-794-525-1
Tebal                           : 212 halaman

Sinopsis
          Dimulai oleh sosok Aku yang bertemu dengan Kamu dalam sebuah perjumpaan yang sederhana. Di bulan April, tahun pertama saat itu. Di bulan Mei masih di tahun yang sama Aku dipertemukan kembali dengan Kamu kemudian sesuatu yang tumbuh secara diam-diam itu datang.
            Juni, tahun pertama Aku masih menantimu, sementara engkau mengejar dirinya dan aku mengejar dirimu. Kemudian kalimat ‘jadilah dri sendiri’ terasa klise saat itu. Tak perlu meminta mereka untuk mengerti karena menurutku seharusnya ‘jangan berusaha menjadi keren, berusaa menjadi jujur’
            Agustus, Ketika kukira aku istimewa ternyata memang kau terbagi ke segala penjuru hingga kau bertemu dirinya dan bersamanya. Kalau saja aku mampu sudah kupastikan bahwa aku pantas untuk bersamamu. Masih dalam penantian dirimu, aku rindu sosokmu yang memberitahuku bahwa cinta terpendam adalah bahasa kehenngan dengan hati yang saling menggenggam. Aku terjebak dalam Zona pertemanan, dipukul mundur perlahan demi perlahan.
            Februari, Ketika duaniamu hancur berkeping-keping, aku menjadi pelarian untukmu. Hingga aku memperkenalkanmu pada makhluk pecicilanku yang bernama hati. Aku menjadikanmu poros semestaku, saat itu ketika hati kita melebur aku bersamamu yang akan membuat hari-harimu menjadi bahagia.
            Setelah kedatanganmu dalam hidupku, aku merasa menjadi orang yang sangat bahagia. Aku hanya takut tidak bisa menjadi yang terbaik untukmu. Sebuah ubungan pasti dilandasin ole perbedaan, perbedaan itu indah. Kita bisa berbagi perspektif baru, ilmu baru, wawasan baru, tetapi tetap harus mempunyai visi dan misi yang sama.
            Agustus tahun kedua serangkaian kode itu membuatku jengkel kata-kata ‘enggak kenapa-kenapa’ ‘gak ngeh’ berujung pada kalimat ‘kamu enggak peka’. Coba simpan dulu gadgetmu, lalu tatap mataku. Sebuah dialog akan lebih mendewasakan dibandingkan permainan kode.
            September tahun kedua, aku mempunyai banyak rencana indah bersamamu. Karena menurutku untuk menjadi indah itu sangat sederana. Pertama, kau kenal orangnya, lalu kau kenal sahabatnya, lalu kau kenal keluarganya, lalu kau menjadi bagian dari hidupnya, indah..
            Januari, tahun ketiga aku pergi untuk mencapai cita-citaku, kamupun begitu pergi menggapai cita-citamu. Jarak pun mencoba peruntungannya, aku harus sabar meski aku tau sabar itu tak mudah. Perlahan tapi pasti, aku menaiki tangga kesuksesan begitu juga dengan dirimu.
            Agustus tahun ketiga, aku pulang untuk bertemu denganmu tapi aku merasa kamu berubah. Obrolan kita tidak sepanjang dulu lagi, kamu berbeda. Ternyata perbedaan itu karena kamu sudah memiliki seseorang selain aku. Aku marah dan pergi meninggalkanmu.
            Desember tahun ketiga, hanya tersisa kenangan diantara Aku dan Kamu. Setelah kepergianmu aku belajar untuk menjadi lebih baik, denganmu aku belajar untuk melakukan yang terbaik, tanpamu aku belajar untuk memperbaiki. Ingin rasanya kembali menjadi anak kecil, dimana segalanya begitu sederhana. Ketka aku hancur dan kehilanangan arah, ada kalian para sahabat yang mnyelamatkanku.
            Maret, tahun kelima sepucuk surat undangan datang kepadaku, kau menikah dengan lelaki pilihanmu. Pada akhirnya jemari akan menemukan genggaman yang tepat, kepala akan menemukan bahu yang tepat, dan hati akan menemukan rumah yang tepat.
            Terima kasih darimu aku belajar untuk mendamba, berharap, jatuh cinta, patah hati, hingga kemudian sembuh dan mampu melangkah lagi. Perasaan kita tidaklah mati, melainkan hanya bermetamorfosis menjadi sesuatu yang jauh lebih indah. Salam untuk dia yang kini menjagamu, kuharap kau baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku, alam semesta mempunyai rencana yang lebih besar untukku.
“Pada Sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya.
Pada Sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertentu.
Maka, ikhlas saja kalau begitu
Karena sesunggunya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu yang menyakitimu secara perlahan”

Kelebihan
            Kelebihan dari buku ini adalah kata-kata nya yang kekinian sehingga membuat pembaca khususnya anak muda sangat mudah dipahami.
            Jadi apakah buku ini sangat rekomendasi? Aku akan bilang ya, kalau untuk sekedar teman perjalanan di kereta boleh saja, terutama untuk kamu yang memang suka bacaan puitis atau yang memang sedang patah hati.
            Buku ini bisa menguatkan kamu untuk kembali bangkit dari rapuhnya kehilangan. Buku ini juga cocok untuk remaja SMA atau yang lagi di bangku kuliahan, akan lebih mengena ke mereka dibanding ke yang sudah menikah.

Kekurangan
            Banyaknya bahasa yang dilebih-lebihkan, sehingga membuat pembaca harus membacanya 2 kali. Banyak kata-kata ilmiah seperti metamorfosisi yang seharusnya dijelaskan atau dibuat catatan kaki.
Tapi kalau kamu adalah pembaca kelas berat atau yang berharap banyak dari sebuah buku, saya tidak merekomendasikan buku ini.




Terimakasih telah membaca, 
Mohon maaf apabila ada kata-kata yanng kurang berkenan 
Penulis pamit undur diri ^^

Kamis, 20 Februari 2020

Cerita Pendek (Cerpen) tema perjuangan



Indar dan Sang Kapten
By : naraanim

Menjadi seorang putri bangsawan memang tidak seenak yang kalian bayangkan. Indadari Koeswati. Indar, itulah panggilannya. Seorang cucu menteri keuangan negeri ini yang terkenal akan dermawannya, sayang kedua orangtuanya tidak menyukai soekarno hingga bersekongkol dengan pasukan PKI secara diam-diam dan ketika Indar berusia 3 tahun orangtuanya pergi mengikuti pemberontakan bersama yang lain dan terbunuh. Indar yang masih berusia 3 tahun diasuh oleh kakek neneknya hingga ia tumbuh menjadi wanita yang cantik.
Dan inilah zamanku, zaman dimana Belanda dengan leluasanya memasuki negara ini. Selalu saja terdengar baku tembakan setiap harinya. Ya.. pasukan sekutu itu membuatku risih, apalagi ditambah para pedagang harus menyisihkan setengah lahan tanahnya untuk mereka. Sungguh kejinya mereka. Dikasih umpan makan tuan, mereka para pasukan itu selalu memandang rendah perempuan apalagi perempuan negeri ini. Indar pun tak suka dengan perbuatan mereka yang tak senonoh.
Indar pun kadang selalu menyelinap ke dalam markas para pasukan sekutu, dengan cara di tengah malam dia pergi diam2 tanpa sepengetahuan kakek dan neneknya untuk sekedar penasaran terhadap para sekutu itu. Dia kadang berpakaian seperti penyusup, yang memakai pakaian serba tertutup.
Hingga suatu hari ‘Bruk’ seseorang terjatuh didepan Indar ketika dia sedang menyelinap masuk ke dalam markas sekutu. Dilihatnya orang itu, ternyata sekujur tubuhnya memar, sepertinya dia baru saja dipukuli  pikirnya. Segera saja Indar pergi agar tidak ketahuan. Tapi langkahnya terhenti ketika..
“To..Long.. To.. Long..” ucap sang pemuda yang terluka itu.
Indar menengok ke belakang dan tak tega meninggalkan dia. Akhirnya dia membantunya, dia membawanya masuk ke dalam asrama. Dalam perjalanannya dia memapah sang pemuda itu.
“Thank you bung..” ucap sang pemuda.
Indar tidak menjawabnya, dia hanya focus memapah sang pemuda itu. Di sepanjang jalan sepi, karena hari ini terdapat pesta meriah hingga akhirnya semua para pasukan pergi untuk berfoya-foya mengikuti pesta.
“Hey.. kau penyusup yaa” ucapnya. Indar hanya diam tak menjawab pertanyaan sang pemuda itu.
Hingga sang pemuda itu membuka penutup mulut Indar, Indar pun kaget dan melihat sang pemuda itu. Dua pasang mata coklat saling bertatapan. Indar tersadar dan segera memalingkan wajahnya dan mulai melanjutkan memapahnya.
“Lukamu tak ada yang serius” ucap Indar.
“Oh iya, aku sudah biasa mendapatkan luka seperti ini. Lagian mereka juga bukan bangsaku, aku hanya dipaksa melakukan perintah mereka” jawabnya.
“Tapi kamu salah satu dari mereka” ucap Indar. Sang pemuda itu hanya tersenyum simpul.
“Dah.. kita sudah sampai” jawab sang pemuda. Indar yang terlalu fokus memikirkan ucapan sang pemuda, hingga lupa bahwa dia sudah sampai.
Ketika Indar hendak  melepaskan Sang Pemuda, tiba-tiba sang pemuda itu seperti akan jatuh. Dengan sigap Indar langsung meraih tangannya lagi. Tapi topi yang dipakai untuk menutupi rambutnya tidak sengaja terlepas dan memperlihatkan rambutnya.
“Wanita?” tanya dia heran.
Indar yang terkaget, langsung saja memasangkan topinya lagi. Sang pemuda pun duduk di kasurnya dan tertawa.
“kenapa tertawa?” tanya Indar.
“Tak ada, hanya lucu saja ada seorang penyusup wanita yang berani masuk kedalam gudang lelaki” jawab Sang pemuda santai.
“Wardani Eka Pratama, kalau nama belanda Erik Barack” lanjutnya.
Indar pun segera pergi meniggalkan sang pemuda, tapi sang pemuda itu menahannya.
“Tunggu, 2 hari ke depan para sekutu akan datang menjajah perhiasan. Tolong beritahu yang lain” ucap Dani.
Indar hanya mengangguk dengan badan sudah siap untuk pergi, setelah berjalan sedikit..
“Indadari Koeswati” ucapnya sambal melirik Dani
2 hari kemudian benar saja para sekutu itu datang kerumah Indar untuk merampas semua perhiasan kakek dan neneknya.
“Give me the jawl !” ucap satu diantara 3 lelaki yang memaksa sang nenek hingga jatuh ke bawah.
“Please.. please don’t hurt my mother” ucap seorang perempuan yang tiba-tiba memeluk sang nenek.
Kapten yang melihat adegan tersebut segera memarahi anak buahnya yang tadi membuat nenek itu jatuh.
“Hey.. hey.. Nee.. Not like that” ucap kapten yang tiba-tiba mndekati sang nenek dan Indar lalu memarahi anak buahnya.
“Captain!” ucap salah seorang tentara Belanda.
“Kolonel need you, please come to him!” ucap Kapten dengan nada tegas.
Setelah kepergian tentara Belanda itu, kapten kembali membalikan badannya dan bertanya kepada Indar dan sang nenek.
“Kalian tidak apa-apa?” ucap sang kapten.
“Kau.. Pribumi?” ucap sang nenek kaget.
“Ya.. aku pribumi sama sepertimu dan sama seperti anak perempuanmu tentunya.” jawabnya
“Mari bangun aku bantu.” Sambung kapten.
“Kau? Bagaimana bisa?” ucap Indar yang sudah kembali dari pemikirannya.
“Indar kau kenal dia?” tanya sang nenek.
“Tidak, aku hanya pernah bertemu dengannya” jawab Indar.
“Tak apa, kalian mengobrollah dulu, nenek akan kembali ke rumah sendiri” ucap nenek dan meninggalkan Indar dan sang Kapten.
“Ikut aku” ucap kapten yang langsung menarik tangan Indar untuk menjauhi tempat tersebut.
“Aku kan sudah bilang kepadamu, kenapa kamu tidak mendengarkan?” tanya kapten.
“Atas alasan apa aku harus mngikuti printamu” jawab Indar
“Dengar, aku hanya ingin pribumi disini aman” ucap kapten.
“Jika ingin aman, kamu seharusnya tidak memakai baju kebangsaan mereka! Itu sama saja seperti kamu membuat Indonesia tidak aman!” ucap Indar, kemudian Indar yang akan pegi tertahan oleh ucapan sang Kapten.
“Aku menyukaimu” ucap sang kapten tiba-tiba pada Indar, Indar pun membalikan badannya dan melihat Kapten.
“Tapi aku tidak menyukai seorang pengkhianat!” tegas Indar. Kaptenpun meraih tangan Indar.
“Dengar, aku dan timku bertugas memata-matai Belanda” pernyataan kapten yang langsung dipotong oleh Indar.
“Tapi aku tidak melihat pribumi yang lain”
“Kita terpisah.. setidaknya itula yang aku lakukan untuk membela negara ini bukan hanya mengendap-ngendap masuk ke dalam markas para bedebah itu” pernyataan sang Kapten membuat Indar berpikir.
Indar yang sedang memikirkan ucapan kapten kembali melamun. Kapten yang sadar akan Indar yang diam, segera dia goyangkan bahunya dan memanggil namanya.
“Dar.. Indar?”
“Ah iya ada apa E...rik?” kaget Indar sambil melihat nama dibaju Erik. Kapten yang tiba-tiba tersenyum kemudian tertawa akan kelucuan sang perempuan ini.
“Loh.. ada yang lucu ya?” tegas Indar sambil melihat bola mata sang Kapten.
“Nee.. kamu hanya lucu, padahal 2 hari yang lalu aku barau saja memperkenalkan diriku dan kamu sudah lupa” ucap kapten sambil cekikikan.
“Sudahlah, aku tidak suka ditertawakan”
“Baiklah aku minta maaf” ucap Kapten
Tiba-tiba diluar sana terdengar seseorang sedang memanggil sang kapten. Kapten yang tertegun dan tak suka waktunya diganggu terpaksa harus meninggalkan Indar.
“Dengar, dalam 1 minggu dari sekarang akan ada pesta besar dan semua tentara itu akan pergi berpesta. Kau bisa datang ke markas dengan pakaian tertutup itu, aku jamin tidak ada Belanda yang mau melewatkan pesta” Ucap Kapten kemudian pergi.
Indar pun melihat Kapten yang berlalu pergi menjauh dari dirinya, terdengar disana antara Kapten dan salah satu tentara itu sedang berbincang dan merekapun pergi.
1 minggu kemudian
Setelah pertmuan terakhir itu, benar saja Indar dan sang kapten bertemu di dalam markas para tentara. Kapten yang tidak menyangka Indar akan datang, ternyata bisa dipercayai.
“Akhirnya kamu datang..” ucap sang Kapten.
“Cepatlah aku tidak ada waktu untukmu”
“Baik.. kemari...” ucxap Kapten.
Kapten kemudian membukakan peta wilayah dan menyalakan senter, kemudian kapten menjelaskan bahwa peta ini merupakan peta invasi yang akan dilakukan besok.
“Besok, kita akan melakukan perampasan besar-besaran di desa ini” tunjuk Kapten
“Tapi kenapa? Apa harta yang diberikan sebagian oleh penduduk desa tidak cukup?” tanya heran Indar.
“Yaa.. belum lama ini, nippon menyerang kami maka dari itu kami membutuhkan lebih banyak uang dan bahan pokok untuk membeli senjata.” Ucap Kapten panjang lebar.
“Apa yang kamu mau dariku?” Tanya Indar.
“Aku hanya ingin memberitahumu dan juga beritahulah semua penduduk desa untuk pergi mengungsi malam ini.” Jawab kapten.
“Mengungsi? Mengungsi kemana?”
“Berjalanlah ke Barat, disana ada suatu tempat yang masih belum terjangkau oleh tentara Belanda” Ucap kapten.
“Baik” jawab Indar mengangguk.
Saat Indar akan melangkah pergi, Kapten menahan tangan Indar.
“Tunggu aku belum mendengar jawabanmu”
“Jawaban? Kau akan mndapatkan jawabannya nanti Capt” ucapan terakhir Indar kepada sang Kapten.
Setelah kepergian Indar, Indar langsung membangunkan kakek dan neneknya. Dia menceritakan semua kejadian yang besok akan terjadi. Indar, Kakek, dan Neneknya pun membangunkan warga satu persatu untuk segera mengungsi. Semua warga mengikuti suruhan Indar dan Sang Kapten yaitu pergi ke arah barat.
Pagi hari benar saja para tentara Belanda itu datang dengan siap untuk menggeledah rumah warga. Alangkah kagetnya mereka ketika desa dirasa sangat sepi dan saat mengobrak-ngabrik rumahpun mereka tidak menemukan apa-apa. Kolonel yang kecewa akan ketidak tahuan para prajuritnya menghukum mereka dengan menglilingi desa sebanyak 100 kali.
Tapi ternyata salah satu diantara mereka mendatangi kolonel dan membertitahukan sesuatu. Kolonel Roger yang mengetahui hal ini langsung geram dan segera memanggil sang pelaku.
“Captain Erick!” ucap Kolonel Roger Tegas.
“Yes Sir!” balasnya.
“I hear you not in the party last night, isn’t it?” Tanya kolenel Roger.
“Yes Sir!” jawabnya.
“Why? Where are you last night?” Tanyanya lagi.
“I’m sick sir, so I just stay in the armypost” Jawab sang kapten.
“He told me, you invite a women to know our plan for today, isn’t right?” Tanyanya marah.
Kapten melirik sang pemberitahu itu, ternyata ia adalah sahabat terdekat Kapten yaitu Brian yang selama ini Kapten percayai sebagai sahabatnya ternyata musuhnya juga.
“Tell me Erick! If he lie, I will shott him” Ucapnya sambil menyiapkan pistol untuk siap ditembakan pada Brian.
“Yes Sir, I bring a women and tel him about our plan” Jawabnya.
Dor!
Suara tembakan terdengar, tapi bukan untuk brian tapi untuk Kapten. Kapten terkena tembakan di kaki sebelah kirinya. Kapten yang merasa kesakitan hanya bisa terjatuh dan meringis kesakitan. Tiba-tiba pandangan Kapten kabur dan Kapten pingsan.
Tuutt
Dirasa terdengar seperti suara perahu, kapten pun terbangun dengan kaki kirinya merasakan kesakitan. Saat dia melihat siapa yang mengobatinya ternyata itu Brian. Kemudian Brian pun meminta maf karena telah mengkhianati Kapten dan menjelaskan bahwa dirinya mengidap asma dan dia tidak bisa meninggalkan putri kecilnya untuk mati begitu saja.
Brian juga menjelaskan bahwa Kapten diberi hukuman penjara selama 10 tahun di Netherland (Belanda). Kapten yang kaget akan berita tersebut menjelaskan semua tragedi antara dia dan Indar. Brian pun merasa bersalah tapi apadaya semua telah terjadi. Ketika sampai di Netherland Kapten memberikan sepucuk surat kepada Brian.
“Tolong berikan surat ini pada seseorang yang sekarang diam di desa bagian barat” ucap Kapten.
Brian pun mengambil suratnya dan pergi. Sesampainya Brian ke Indonesia dia dinobatkan menjadi Kapten tetapi ia menolaknya, ia meminta untuk menjadi pembawa pesan ke Belanda. Kolonel pun menyetujuinya.
Setelah 1 minggu mencari seseosok perempuan yang Kapten bilang, akhirnya dia bertemu dengan Indar yang ternyata adalah seorang guru di suatu sekolah. Brian pun berbincang dengan Indar dan memberitahu kondisi Kapten sekarang. 1 tahun lebih Brian sering sekali pulang pergi Indonesia Belanda dan tidak lupa pula Kapten dan Indar saling mengirim pesan. Ketika Brian pergi anaknya yaitu Norma akan dititipkan pada Indar. Dan Indarpun menyetujuinya.
5 tahun kemudian Brian yang masih setia menjadi pos pngirim surat antara Indar dan Kapten mengucapkan sesuatu.
“Indar.. saat ini Netherland sedang diserang oleh Nippon, dan Indonesiapun akan terkena dampaknya. Ini sepertinya surat terkhir yang akan aku kirimkan kepadamu. Aku dan Norma akan kembali ke Netherland. Aku harap kau dan kapten segera dipertemukan” Ucap Brian perpisahan. Indarpun mengangguk dan memberikan surat terakhir itu kepada Brian untuk diberikan kepada Kapten.
5 tahun kemudian, setelah kedatangan Nippon. Kehidupan Indar hancur, kakek dan neneknya dibunuh dengan cara sadis oleh tentara Jepang. Dia diperkosa oleh salah satu tentara Jepang, lapar.., disiksa.., bau amis darah.. membuat Indar tak tahan akan kekacauan ini. Iapun secara diam-diam pergi menuju pantai mencari tempat persembunyian. Disana untungnya dia menemukan beberapa warga yang membantu hidupnya. Setidaknya disini ia tidak harus memuaskan nafsu para Jepang itu.
Setahun kemudian setelah pemberitahuan Jepang yang mundur dari Indonesia, Sekutu kembali menguasai Indonesia, tetapi tentunya tidak sekejam saat penjajahan Jepang kemarin. Indar pun hidup aman sebagai pembantu para nelayan.
Saat sore hari, Indar akan pergi ke pantai untuk mencari kerang tetapi dipinggir pantai dia melihat sosok lelaki tinggi dengan baju yang lusuh. Indarpun mendekati lelaki itu dan setelah dia melihat kedua mata itu, Indar mengingat seseorang.
“Kapten” ucap Indar
Lelaki itupun tersenyum,
“Jangan panggil aku Kapten, aku sudah tidak menjadi kapten lagi” Jawabnya.
“Akhirnya setelah sebulan aku mencarimu, ternyata benar aruslah yang membawaku kembali kepadamu” Sambung kapten.
Indarpun hanya tersenyum, kemudian ia menceritakan semua kejadian setelah kepergian Brian. Kini Indar maupun Kapten tidak mempunyai siapapun di negeri ini, hanya tersisa mereka berdualah tanpa sanak saudara.
“Dan kau menggunakan cincin yang aku berikan?” Tanya kapten.
“Ya.. dan aku menggunakannya selama lebih dari 10 tahun” Jawab Indar, Kapten pun tertawa.
“Baiklah aku akan mengulangi kata-kataku disurat itu” Ucap kapten yang kemudian berjongkok di depan Indar.
“Indadari Koeswati maukah kau menikah dengan Kapten Wardani Eka Pratama?” Tanya kapten.
Tanpa basabasi Indar pun langsung mengangguk dan mereka pun berpelukan.
“Hey.. kau mau melihat norma?” Ucap kapten, Indar pun mengangguk. Kapten pun mengeluarkan selembar foto dan memerlihatkannya pada Indar.
“Wah.. dia sudah besar”
Mereka pun hidup bahagia sebagai pasangan suami dan istri.